"Re, aku tak sanggup lagi melanjutkan. Kita sudahi semua." Sherly memejamkan mata. Dia menghela napas panjang. Bibirnya bergetar.
"Apa maksudmu!" Reno tersentak. Dia terduduk. Selimut yang menutupi sebagian pangkal pahanya tersingkap.
"Aku tersiksa. Setiap kali harus berbohong." Hening. Sherly terisak.
"Aku tak sanggup menyembunyikan semua lebih lama lagi!" lanjutnya. Wajahnya kuyub. Sherly membenamkan wajahnya dalam-dalam ke bantal.
Reno mengacak-acak rambutnya. Hatinya teriris.
"Aku mencintaimu, Hon!" sahutnya.
"Aku tak bisa kehilangan kamu!" Reno kembali berbaring dan memeluk tubuh mungil Sherly. Reno menciumi punggung, pundak, hingga leher Sherly.
Sherly merasakan sensasi menggelitik di perutnya. Reno tahu betul spot yang bisa membawanya ke nirwana. Bibir lembut Reno menyapu hampir seluruh bagian belakang tubuhnya.
Sherly terlena. Dia berbalik, direngkuhnya badan berotot pujaannya. Bibir Reno kembali menyentuh lembut bagian dada dan leher. Sherly mengerang.
Kecupan demi kecupan Reno mendarat di tubuh bagian atas. Semakin intens, hingga bibir mereka bertemu. Untuk kesekian kalinya, mereka terbang ke puncak kenikmatan dunia.
Untuk kesekian kalinya pula, Sherly tak sanggup meninggalkan kekasih gelapnya. Ketidakberdayaan yang tak mampu dan tak ingin dia lawan.
*
"Sayang, kamu sakit?" Bimo menyentuh lembut kening Sherly. Wajahnya pucat. Sherly sudah beberapa kali bolak balik kamar mandi.
"Kecapean aja kali Mas," sahut Sherly lemah.
"Aku nggak papa, bedrest sehari, besok juga sudah baikan," lanjutnya. Sherly mencoba tersenyum.
"Nggak perlu ke dokter?" Kening Bimo berkerut. Alisnya terangkat.
Sherly menggelengkan kepala. Diraihnya tangan Bimo. Diciuminya telapak tangan suaminya itu.
"Sudah sana berangkat. Kalo kenapa-kenapa aku bakal telpon." Sherly mendorong lembut punggung suaminya.
"Bener ya segera telpon kalau kenapa-napa." Bimo mengecup lembut kening istrinya.
Sherly kembali masuk ke kamar. Dia berbaring dan menarik selimut. Badannya terasa remuk, letih dan lesu.
Baru saja dia akan terlelap, dering gadget membangunkannya.
'Morning Honey, miss u already.'
Pesan dari Reno. Bibir Sherly mengembang. Diletakkannya smartphone, dia kembali melanjutkan tidur. Selang berapa lama, mual kembali terasa. Sherly berlari ke kamar mandi.
Kepalanya berrdenyut. Ruangan di sekelilingnya berputar. Keringat dingin mengucur di keningnya. Sherly berjalan sambil berpegangan pada dinding. Semua gelap.
Sherly membuka mata. Kepalanya terasa berat. Dilihatnya Cika sedang duduk di sofa samping tempat tidurnya. Cika melambaikan tangan.
"Hai, sudah bangun?" tanyanya.
"Tadi Bimo telpon, dia bilang kamu sakit." Cika mengangkat bahunya.
"Untung saja aku dateng. Kamu pingsan di dekat kamar mandi tadi," lanjutnya.
Sherly tersenyum. "Makasih, ya."
"Dugaanku kamu hamil deh, Sist." Ucapan Cika bagai sengatan kalajengking. Wajah Cika penuh arti.
"Siapa bapaknya?" telinga Sherly menangkap nada sinis dari suara Cika.
"Tega sekali kamu ngomong gitu!" Mata Sherly membesar.
"Kenapa sewot?" sahut Cika.
"Aku sudah jadi dokter kalian berdua sejak sebelum kalian menikah. Bimo nggak mungkin bisa memberimu kepuasan apalagi anak!" Cika menarik napas panjang.
"Sejak kapan kamu berkhianat!" lanjutnya. Matanya menatap Sherly penuh selidik.
Sherly jengah. Dia salah tingkah. Tak mampu menemukan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Cika. Sherly terpaku. Sherly terdiam. Kedua tangannya memainkan ujung selimut.
"Kali ini, aku tak bisa membantumu, Sist!" Cika menghembuskan napas.
"Kamu harus atasi sendiri masalahmu. Sudah saatnya kau belajar dewasa. Aku pulang!" Cika melenggang ke arah pintu.
"Bimo...." Suara Cika tercekat di tenggorokan.
"Su... sudah sejak kapan kamu berdiri di situ?" Cika tergagap.
"Cukup lama untuk mendengar semuanya." Suara datar keluar dari mulut laki-laki tiga puluhan itu.
"Thanks ya, sudah mau mampir. Aku ambil alih dari sini." Bibir sebelah kanan Bimo terangkat.
"I'm so sorry. I... " mulut Cika terbuka namun kemudian menutup kembali.
"It's OK." Bimo menjawab singkat.
Cika menoleh ke arah Sherly yang duduk terpaku di pinggir kasur. Saudara perempuan satu-satunya, yang selalu beruntung. Sejak kecil dia selalu mendapatkan apapun yang dia mau. Namun itu membuatnya tak pernah bersikap dewasa. Mungkin ini saatnya, Sherly belajar bertanggung jawab.
Pintu ditutup. Suara langkah sepatu Bimo terdengar semakin nyaring di telinga Sherly. Dia hanya bisa memandangi suaminya tanpa berani bersuara.
Bimo menuju meja rias. Dia melepas jam tangan, cincin, dan meletakkan hp. Tanpa menengok sedikit pun kearah Sherly, dia melangkah keluar.
Sherly terdiam di kamar. Tak tahu harus berbuat apa. Dia hendak berdiri saat terdengar suara pintu dibuka. Dilihat suaminya masuk dengan senampan makanan.
"Kamu belum makan, Kan?" tanyanya.
"Aku suapin ya." Suara Bimo terdengar lembut di gendang telinga Sherly.
"Mas Bimo, aku bisa jelasin semua. Ini tak seperti yang kau dengar. Aku..."
"Stop!" teriak Bimo. Dia menarik napas panjang.
"Aku nggak mau bahas itu." Matanya tajam menghunjam relung hati Sherly.
"Kamu makan dulu," lanjutnya, matanya melembut.
Sherly menerima suap demi suap makanan yang diberikan Bimo. Rasanya seperti menelan bongkahan batu. Air putih yang diteguknya terasa membakar tenggorokan.
Kepala Sherly semakin berat. Perutnya terasa diaduk-aduk. Seluruh isinya menuntut dikeluarkan. Sherly menutup mulut dengan tangan. Dia berlari ke kamar mandi. Sherly muntah lagi. Kali ini lebih banyak.
Bimo memapahnya ke kasur.
"Tidurlah yang nyenyak," ucapnya datar.
Otak Sherly tak mampu mencerna apapun. Badannya terasa hampir meledak. Dia berbaring dan langsung terlelap. Dia tertidur sangat pulas seperti tak akan bisa bangun lagi.
*
'Mbak, kamar nggak usah dibersihkan. Ibu lagi sakit, butuh istirahat. Nanti setelah selesai bersih-bersih langsung pulang aja.'
Tulis Bimo di memo yang dia tempel di kulkas untuk ART infalnya. Si mbak membersihkan seluruh area rumah. Namun dia sempat heran karena di area dapur tercium bau obat serangga yang sangat menyengat. Setelah dia telusuri, botol obat serangga di pojok ruang tumpah.
***
Tulisan ini diikutsertakan dalam challenge one day one post bersama Estrilook.community.
Komentar
Posting Komentar